Pulau Judi Di Hongkong
Liputan6.com, Jakarta: Sebuah wacana sensitif ditiupkan Sutiyoso, awal pekan silam. Gubernur DKI Jakarta itu berniat merelokasi perjudian di Kepulauan Seribu. Meski bukan isu baru, masyarakat tetap saja mengomentarinya secara beragam. Ada yang setuju, ada juga yang tidak setuju. Namun, banyak pula yang tak mempunyai sikap jelas. Terserah Pemda deh, kita mah ikut aje. Begitu kira-kira. Sutiyoso memang berniat membangun fasilitas pendukung sarana perjudian di kepulauan yang berada di utara Ibu Kota itu. Rencana ini bukan tak berdasar. Praktik perjudian di daratan Ibu Kota makin sulit diberantas, walau Pemda telah bekerja sama dengan polisi. Itulah sebabnya, pemindahan lokasi judi ke tempat yang sulit dijangkau warga menjadi pilihan yang paling tokcer. "Kini tinggal menunggu persetujuan DPRD," ujar Sutiyoso. Selain itu, Sutiyoso yang juga mantan Panglima Daerah Militer Jaya tampaknya paham betul jika lokalisasi judi dapat mendongkrak pendapatan asli daerah. Ini dapat membantu Pemda Jakarta yang memang memerlukan duit banyak untuk membangun Ibu Kota agar lebih mengkilap lagi. Istilahnya, di tengah kas Pemda yang seret, uang pasti bakal gampang diraup dari meja judi. Tersiar kabar, jika Pemda berhasil merelokasi perjudian, uang kas akan bertambah Rp 1,5 sampai Rp 1,8 triliun per tahun. Luar biasa. Jika tak percaya, tengok saja pengalaman Ali Sadikin, mantan Gubernur DKI (1966-1977). Tak seorang pun menyangkal bahwa limpahan uang perjudian yang dilegalkan Bang Ali dapat menyulap Jakarta dari daerah kumuh, menjadi kota yang sedikit mentereng. Saat itu, Gubernur Ali memang memberikan kepercayaan kepada pengusaha Apyang dan Yo Putshong untuk mengelola perjudian di kawasan Ancol, Jakarta Utara, bernama Copacabana--ditutup pada April 1981 dan sekarang dijadikan Hotel Horizon. Ini membuat judi Lotto (lotere totalisator), petak sembilan, dan hwa-hwe, yang tadinya dimainkan secara sembunyi, mulai terang-terangan dimainkan masyarakat. Secara fisik, hasilnya memang luar biasa. Kas Pemda Jakarta kontan bertambah gemuk. Sejumlah gedung sekolah, rumah sakit, dan Puskesmas langsung didirikan. Jalan-jalan juga mulai diperbaiki. Ibarat kata, jalan-jalan di Jakarta yang mulanya becek, langsung bisa buat bersepatu roda. Jakarta pun lebih menyala di malam hari. Kondisinya berubah 180 derajat. Pokoknya, benar-benar meriah. Tapi Ali belum puas. Ia terus membenahi pemukiman kumuh dengan membangun proyek M.H. Thamrin--kini mejadi jalan utama di Ibu Kota. Ali juga merenovasi Taman Monas serta membangun Taman Ismail Marzuki, Gedung Arsip Nasional, Gelanggang Remaja Kuningan, Pasar Seni Ancol, Planet Senen, sampai lokalisasi pelacuran Kramat Tunggak. Alhasil, di akhir jabatannya, Bang Ali berhasil mengumpulkan kas sebesar Rp 17 miliar. Saat itu, angka belasan miliar rupiah jelas bukan jumlah yang sedikit, mengingat anggaran awal Pemda hanya Rp 66 juta. Artinya, Bang Ali yang dijuluki Gubernur Maksiat sukses melipatgandakan uang Pemda sekitar 250 kali lebih banyak. Mengutip Direktur Center for Indonesian Regional and Urban Studies (CIRUS), Andrinof A. Chaniago, rencana Sutiyoso melokalisasi perjudian memang harus dilihat secara proporsional. Maksudnya, jika perjudian benar-benar dipindahkan ke pulau yang kosong, rencana lokalisasi itu menjadi realistis. "Bisa saja, asalkan Pemda juga menyiapkan perangkat hukum yang jelas," kata Andrinof. Senada dengan Andrinof, Wakil Ketua DPR dari Fraksi Kebangkitan Bangsa (F-KB) Muhaimin Iskandar juga menilai bahwa ide lokalisasi tempat perjudian sebagai gagasan bagus yang perlu dipertimbangkan. Sebab, suka tidak suka, kasus perjudian tetap marak di Tanah Air, meski ada perundang-undangan yang melarang. Karena itu, perlu dicari bentuk lain penanggulangan perjudian. Lokalisasi adalah satu di antaranya. "Tapi itu perlu persetujuan DPR dan DPRD," kata dia. Muhaimin tidak bohong. Praktik perjudian memang marak, baik yang dilakukan secara sembunyi maupun terang-terangan. Masyarakat juga mahfum jika permainan judi di kawasan Mangga Besar, Kota, Harco, Glodok, Hayam Wuruk, dan Kalijodo begitu diminati. Di tempat itu, semua permainan yang menjadi jalan pintas untuk kaya (atau miskin?) tersedia. Dari rolet, bola tangkas, mickey mouse, qiu-qiu, kasino, sampai koprok. Omzet per malamnya pun sangat luar biasa. Bisa mencapai ratusan juta rupiah. Bahkan, menurut mantan narapidana Anton Medan, omzet perjudian di sejumlah kawasan bisa mencapai miliaran rupiah. Bagi yang takut mendatangi tempat perjudian, karena tak biasa atau takut digerebek, bandar judi juga bisa memanjakan Anda dengan sejumlah permainan di media online. Menurut laporan Jupiter Media Metrix Inc yang ditulis Infokomputer, situs judi seperti www.casino.com, webstakes.com, aceshigh.com, luckynugget.com, dan bingocanada.com sangat ramai diklik atau dikunjungi. Selama 2001, casino.com dan webstakes.com memiliki jumlah unique visitor sebanyak 2,3 juta orang. Sedangkan aceshigh.com 2,1 juta pengunjung dan luckynugget.com sebanyak 1,7 juta pengunjung. Karena, seperti halnya pelacuran, perjudian memang sangat sulit diberantas. Kini wacana telah bergulir, tanggapan juga sudah bertebaran. Pemda Jakarta pun telah mengirim utusan ke Genting Highland--lokasi perjudian di Malaysia. Namun, tetap saja legalisasi lokalisasi perjudian tak bisa diberlakukan. Terlalu banyak rintangan yang menghalangi rencana tersebut. Padahal, berdasarkan hasil studi banding ke Malaysia, rencana melokalisasi perjudian di Kepulauan Seribu adalah pilihan terbaik dalam upaya mengendalikan dan mempersempit dampak buruk perjudian. Sejumlah kalangan masyarakat, baik secara perorangan, atas nama organisasi, lembaga swadaya masyarakat, maupun partai mengecam rencana lokalisasi perjudian. Bahkan, masyarakat Kepulauan Seribu juga menolak rencana Pemda memindahkan perjudian di tempat tinggal mereka. Majelis Ulama Indonesia malah terang-terangan menolak rencana Sutiyoso. Selain telah diatur dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian, lokalisasi tak menjamin perjudian akan hilang. "Itu maksiat dan tak bisa ditolerir," kata Umar Shihab, Ketua MUI, tegas. Apalagi, semua agama melarang praktik perjudian. Selain MUI, Partai Keadilan, PPP Reformasi, Partai Bulan Bintang, dan terakhir Polda Metro Jaya juga menolak legalisasi perjudian. Menteri Agama Said Agil Husein Al Munawar malah meminta Sutiyoso menegakkan law enforcement daripada melokalisasikan perjudian di Kepulauan Seribu. Ia meminta semua penjudi yang tertangkap tangan ditindak tegas. "Mereka bisa dikenai hukuman Pasal 303 KUHP dan Peraturan Pemerintah Nomor 9/1981," ujar Said Agil. Lagi pula, siapa yang berani menjamin bahwa perjudian di daratan akan lenyap jika dipindahkan ke kepulauan. Semua kembali ke Pemda dan DPRD Jakarta. Tetap ngotot melokalisasi perjudian atau menghukum para penjudi secara tegas? Masyarakatlah yang akan melihatnya. Bagaimana Bang Yos?(ULF)
MAKAO 140 km di selatan Kanton. Dengan menumpang jetfoil dari Hong Kong, ke Makao makan tempo 45 menit. Kerajaan judi terbesar di Asia ini masih gempita dengan taruhan dolar dan patacas yang ditukar koin judi. Tahun 1999 pulau koloni yang disewa Portugis ini dikembalikan kepada RRC. Tapi penduduk Makao yang hampir setengah juta itu belum minat beremigrasi. Mereka tak sibuk mengurus paspor Portugis. Lain di Hong Kong. Warganya berusaha mendapatkan paspor Inggris. Banyak yang ingin hijrah dan cari kerja ke Singapura. Hong Kong dilepas Inggris pada 1997, menjadi bagian RRC lagi. Sudah sejak beberapa tahun silam administrasi Makao di bawah pengaruh RRC. Pemilihan anggota Majelis Legislatif Makao serta gubernurnya harus direstui Beijing. Bank of China, yang berkuku di Hong Kong, juga menguasai peredaran uang di Makao. Bahkan hak usaha kasino dan pariwisata -- sumber devisa utama Makao -- di bawah penguasaan sindikat Sociedade de Turismo e Diversoes de Makao. Bandarnya pengusaha dari Hong Kong, Stanley Ho dan Henry Fox -- yang juga disebut-sebut "orang Beijing". Orang-orang RRC kini bebas keluar masuk ke Makao yang luasnya 16 km2 itu. Mereka menjual hasil kerajinan dan pertanian, lalu pulang membawa barang elektronik eks Jepang dan negara lain. Barang-barang itu mungkin susah diperoleh, atau harganya lebih murah dibandingkan di Guangdong, daratan RRC. Tenaga kerja juga berhamburan datang ke sarang perjudian ini. Kabar serdadu RRC membantai mahasiswa di Lapangan Tiananmen tak mengedarkan orang Makao. Bahkan, seratus meter dari Portas de Cerco, gerbang perbatasan dengan Provinsi Guangdong, penjual koran ada yang memakai baju kaus bergambar Wuer Kaixi. Tokoh mahasiswa pembangkang yang lari dengan pacarnya ke AS itu jadi idola di Makao. Kaus dan poster wajahnya laris dijajakan dan dipajangkan di toko elite, bersama merk terkenal Giordano. "Saya juga masih bebas menjual Playboy, Penthouse, majalah dan koran terbitan Hong Kong. Tapi sepuluh tahun mendatang entah bagaimana nasib saya," kata pedagang itu. Seorang penarik becak (ricksaw) lain lagi. "Keadaan sekarang dan nanti, bagi saya mungkin tak banyak bedanya," katanya.Didik Budiarta
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Edisi: 27/19 / Tanggal : 1989-09-02 / Halaman : 56 / Rubrik : KAM / Penulis :
MAKAO 140 km di selatan Kanton. Dengan menumpang jetfoil dari Hong Kong, ke Makao makan tempo 45 menit. Kerajaan judi terbesar di Asia ini masih gempita dengan taruhan dolar dan patacas yang ditukar koin judi. Tahun 1999 pulau koloni yang disewa Portugis ini dikembalikan kepada RRC. Tapi penduduk Makao yang hampir setengah juta itu belum minat beremigrasi. Mereka tak sibuk mengurus paspor Portugis. Lain… Keywords: -